Jumat, 08 Januari 2016

PPh Pasal 23

Pengertian Pajak Penghasilan ( PPh ) Pasal 23
Menurut situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
 Daftar Istilah PPh Pasal 23
Berikut adalah beberapa istilah yang berhubungan dengan PPh Pasal 23:
Masa Pajak : Jangka waktu yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang dalam suatu periode tertentu. Umumnya satu masa pajak adalah satu
bulan.
DPP : Dasar Pengenaan Pajak yaitu harga jual pokok sebelum dikenakan pajak.
SPT Masa PPh : Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, yaitu formulir yang digunakan untuk
melaporkan pajak penghasilan.
Objek Pajak : Objek yang dikenakan pajak, pada kasus ini, adalah penghasilan tertentu yang dikenakan
pajak. Sehingga objek pajak adalah penghasilan yang dikenakan pajak.
PPh : Pajak Penghasilan
Invoice : Faktur (Pembelian atau Penjualan) yang berisi informasi transaksi yang terjadi antara dua
pihak.
WP : Wajib Pajak, yaitu orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan
pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
KPP : Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk menyampaikan laporan pajak. 

DJP : Direktorat Jenderal Pajak, sebuah direktorat jenderal di bawah Kementrian Keuangan Indonesia
yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
perpajakan.
Pembayaran PPh Pasal 23
Pembayaran dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) dan membayarnya melalui Bank Persepsi yang ditunjuk Dirjen Pajak. Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23, lalu melaporkannya kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana pihak pemotong terdaftar. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Sebagai tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan Bukti Potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak tersebut, dan kepada Kantor Pelayanan Pajak (rangkap ke-2) saat melakukan pelaporan PPh Pasal 23.
Tarif yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objeknya. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23:
1.    Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
a.    Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
b.    Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2.    Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3.    Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4.    Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015. Berikut ini adalah daftar jasa lainnya tersebut: 
a.    Penilai (appraisal);
b.    Aktuaris;
c.    Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d.   Hukum;
e.    Arsitektur;
f.     Perencanaan kota dan arsitektur landscape
g.    Perancang (design);
h.    Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
i.      Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
j.      Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
k.    Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
l.      Penebangan hutan;
m.  Pengolahan limbah;
5.    Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong ​100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
6.    Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
·       Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
·       Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
·       Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
·       Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:
·       Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
·       Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final. 
 Pihak Pemotong PPh Pasal 23 dan Pihak yang Dikenakan PPh Pasal 23
Tidak semua pihak dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-pihak tersebut hanya mereka yang masuk pada kelompok berikut ini:
1.    Pihak pemotong PPh Pasal 23:
·       Badan pemerintah;
·       Subjek pajak badan dalam negeri;
·       Penyelenggara kegiatan;
·       Bentuk Usaha Tetap (BUT);
·       Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
·       Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.  
2.    Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: 
·       Wajib pajak dalam negeri;
·       Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Pengecualian PPh 23

Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas: 
1.    Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;
2.    Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3.    Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a.    Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b.    Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
c.    Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
d.   SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
e.    Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar