Pengertian Pajak Penghasilan ( PPh )
Pasal 23
Menurut
situs Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal,
penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
Daftar
Istilah PPh Pasal 23
Berikut adalah beberapa
istilah yang berhubungan dengan PPh Pasal 23:
Masa Pajak :
Jangka waktu yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang dalam suatu periode tertentu. Umumnya satu masa
pajak adalah satu
bulan.
DPP :
Dasar Pengenaan Pajak yaitu harga jual pokok sebelum dikenakan pajak.
SPT Masa PPh :
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, yaitu formulir yang digunakan untuk
melaporkan pajak penghasilan.
Objek
Pajak : Objek yang dikenakan pajak, pada kasus
ini, adalah penghasilan tertentu yang dikenakan
pajak. Sehingga objek pajak
adalah penghasilan yang dikenakan pajak.
PPh :
Pajak Penghasilan
Invoice : Faktur
(Pembelian atau Penjualan) yang berisi informasi transaksi yang terjadi antara
dua
pihak.
WP :
Wajib Pajak, yaitu orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak dan
pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
NPWP :
Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
KPP :
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar untuk menyampaikan laporan
pajak.
DJP :
Direktorat Jenderal Pajak, sebuah direktorat jenderal di bawah Kementrian
Keuangan Indonesia
yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standarisasi teknis di bidang
perpajakan.
Pembayaran PPh Pasal 23
Pembayaran
dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara mengisi Surat Setoran Pajak (SSP) dan
membayarnya melalui Bank Persepsi yang ditunjuk Dirjen Pajak. Jatuh tempo
pembayaran adalah tanggal 10, sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan
23.
Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan
dilakukan
oleh pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal
23, lalu melaporkannya kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana pihak pemotong
terdaftar. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan
terutang pajak penghasilan 23.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Sebagai
tanda bahwa PPh Pasal 23 telah dipotong, pihak pemotong harus memberikan Bukti
Potong (rangkap ke-1) yang sudah dilengkapi kepada pihak yang dikenakan pajak
tersebut, dan kepada Kantor Pelayanan Pajak (rangkap ke-2) saat melakukan
pelaporan PPh Pasal 23.
Tarif
yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan
2%, tergantung dari objeknya. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23:
1.
Tarif 15% dari jumlah bruto atas:
a. Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang
pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
b. Hadiah
dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3.
Tarif 2% dari
jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4.
Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus
2015. Berikut ini adalah daftar jasa
lainnya tersebut:
a. Penilai
(appraisal);
b. Aktuaris;
c. Akuntansi,
pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Hukum;
e. Arsitektur;
f. Perencanaan
kota dan arsitektur landscape;
g. Perancang
(design);
h. Pengeboran
(drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali
yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
i. Penunjang
di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
j. Penambangan
dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas
bumi (migas);
k. Penunjang
di bidang penerbangan dan bandar udara;
l. Penebangan
hutan;
m. Pengolahan
limbah;
5.
Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan
dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
6.
Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya
oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
·
Pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
· Pembayaran
atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
· Pembayaran
kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan
perjanjian tertulis);
· Pembayaran
penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut
tidak berlaku:
·
Atas penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan jasa katering;
·
Dalam hal penghasilan yang dibayarkan
sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final.
Pihak Pemotong PPh Pasal 23 dan Pihak yang
Dikenakan PPh Pasal 23
Tidak semua pihak
dapat dikenakan atau pun memotong PPh Pasal 23. Pihak-pihak tersebut hanya
mereka yang masuk pada kelompok berikut ini:
1. Pihak pemotong PPh Pasal
23:
·
Badan pemerintah;
·
Subjek pajak badan dalam negeri;
·
Penyelenggara kegiatan;
·
Bentuk Usaha Tetap (BUT);
·
Perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya;
·
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 23:
·
Wajib pajak dalam negeri;
·
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Pengecualian PPh 23
Pemotongan PPh 23 dikecualikan atas:
1. Penghasilan
yang dibayar atau berulang kepada bank;
2. Sewa
yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib
pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen
berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b. Bagi
perseroan terbatas, BUMN/BUMB, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor;
c. Bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
d. SHU
koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
e. Penghasilan
yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar