Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
a. Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan
pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya
sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu
kecuali untuk kasus tertentu.
b. Dikenakan pada setiap rantai
distribusi (Multi Stage Tax). Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat
sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual berkewajiban
memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian menyetorkan ke Kas Negara
dan melaporkannya.
c. Menggunakan mekanisme pengkreditan.
Sesuai dengan namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai
tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses pabrikasi maupun distribusi.
Oleh karena itu PPN yang terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan
terlebih dahulu dengan PPN yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian
bahan baku dan faktor produksi lainnya, sehingga meskipun PPN dikenakan
beberapa kali namun tidak menimbulkan efek pajak berganda.
d. Merupakan pajak atas konsumsi dalam
negeri. Oleh karena itu salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi
adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean. Hal inilah yang
mendasari pengenaan PPN dengan tarif 0% atas kegiatan ekspor sedangkan untuk
kegiatan impor tetap dikenakan PPN 10%.
e. Merupakan beban konsumen akhir. PPN
merupakan pajak tidak langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh PKP.
Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak menjadi beban PKP karena beban
PPN tersebut pada akhirnya akan dialihkan kepada konsumen yang menikmati BKP
pada rantai terakhir.
f. Netral terhadap persaingan. PPN
bukan merupakan beban yang menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut
sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelian
diperhitungkan dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
g. Menganut destination principle.
Untuk menentukan suatu transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu
harus dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila konsumen berada di
luar negeri maka transaksi tersebut tidak dikenakan PPN karena PPN adalah pajak
atas konsumsi dalam negeri.
Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
1984.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun
2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun
2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun
2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun
2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
f.
Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.
Objek Pajak
1. Objek Pajak Pertambahan Nilai
a. penyerahan Barang Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.
ekspor
Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Barang Kena Pajak yang tidak
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a. barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
b. barang-barang kebutuhan pokok yang
sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan
di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
d.
uang, emas
batangan, dan surat-surat berharga.
3. Jasa Kena Pajak yang tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan
medik;
b. Jasa di bidang pelayanan sosial;
c. Jasa di bidang pengiriman surat
dengan perangko;
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi,
dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. Jasa di bidang keagamaan;
f. Jasa di bidang pendidikan;
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan
yang telah dikenakan pajak tontonan;
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan
bersifat iklan;
i. Jasa di bidang angkutan umum di
darat dan di air;
j. Jasa di bidang tenaga kerja;
k. Jasa di bidang perhotelan;
l.
Jasa yang
disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
4. Objek Pajak Penjualan atas Barang
Mewah
a. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
§ Kelompok alat rumah tangga, pesawat
pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi;
§ Kelompok peralatan dan perlengkapan
olah raga;
§ Kelompok mesin pengatur suhu udara;
§ Kelompok alat perekam atau
reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;
§ Kelompok alat fotografi, alat
sinematografi, dan perlengkapannya.
b. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:
§ Kelompok alat rumah tangga, pesawat
pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut pada huruf a;
§ Kelompok hunian mewah seperti rumah
mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya;
§ Kelompok pesawat penerima siaran
televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang disebut pada huruf a;
§ Kelompok mesin pengatur suhu udara,
mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen
musik;
§ Kelompok wangi-wangian;
c. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:
§ Kelompok kapal atau kendaraan air
lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
§ Kelompok peralatan dan perlengkapan
olah raga selain yang disebut pada huruf a.
d. Kelompok Barang Kena Pajak yang
tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :
§ Kelompok minuman yang mengandung
alkohol;
§ Kelompok barang yang terbuat dari
kulit atau kulit tiruan;
§ Kelompok permadani yang terbuat dari
sutra atau wool;
§ Kelompok barang kaca dari kristal
timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi
dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
§ Kelompok barang-barang yang sebagian
atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam
mulia atau campuran daripadanya;
§ Kelompok kapal atau kendaraan air
lainnya, sampan dan kano, selain yang disebut pada huruf c, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan umum;
§ Kelompok balon udara dan balon udara
yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;
§ Kelompok peluru senjata api dan
senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;
§ Kelompok jenis alas kaki;
§ Kelompok barang-barang perabot rumah
tangga dan kantor;
§ Kelompok barang-barang yang terbuat
dari porselin, tanah lempung cina atau keramik;
§ Kelompok barang-barang yang sebagian
atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan.
e. Kelompok Barang kena Pajak yang
Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:
§ Kelompok permadani yang terbuat dari
bulu hewan halus;
§ Kelompok pesawat udara selain yang
dimaksud pada huruf d, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara
niaga;
§ Kelompok peralatan dan perlengkapan
olah raga selain yang disebut pada huruf a dan huruf c;
§ Kelompok senjata api dan senjata api
lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
f. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah:
§ Kelompok minuman yang mengandung
alkohol selain yang disebut pada huruf d;
§ Kelompok barang-barang yang sebagian
atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran
daripadanya;
§ Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali
untuk keperluan negara atau angkutan umum.
g. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :
§ Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk
pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi
diesel), dengan semua kapasitas isi silinder; dan
§ Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan
atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi
(diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan
kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
h. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :
§ Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan
atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi
(diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
§ Kendaraan bermotor dengan kabin
ganda (double cabin), dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup,
dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor
bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1
(satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak
(4x4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari
5 (lima) ton.
i. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, berupa:
§ Kendaraan bermotor sedan atau
station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi
diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc; dan
§ Kendaraan bermotor selain sedan atau
station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi
diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1500 cc.
j. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk
pengemudi, berupa :
§ Kendaraan bermotor selain sedan atau
station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar
penggerak (4x2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan
3000 cc;
§ Kendaraan bermotor dengan motor
bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc; dan
§ Kendaraan bermotor dengan motor
bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan
selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4)
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.
k. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua
jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
l. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah :
§ Kendaraan bermotor beroda dua dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan
§ Kendaraan khusus yang dibuat untuk
perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.
m. Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :
§ Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor
bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua)
gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
§ Kendaraan bermotor pengangkutan
kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala
kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan
atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan
sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari
2500 cc;
§ Kendaraan bermotor beroda 2 (dua)
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
§ Trailer, semi-trailer dari tipe
caravan, untuk perumahan atau kemah.
n. Kendaraan bermotor yang dibebaskan
dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah:
§
Kendaraan
bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan
pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum;
§
Kendaraan
bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan;
§
Kendaraan
bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk pengemudi,
dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
semua kapasitas isi silinder, yang digunakan untuk kendaraan dinas tni atau
polri;
§ Kendaraan bermotor yang digunakan
untuk keperluan patroli tni atau polri.
Tarif Pajak
1. Pajak
Pertambahan Nilai
a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah
10% (sepuluh persen).
b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas
ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
c.
Dengan
Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15%
(lima belas persen).
2. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah
a. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh
puluh lima persen).
b.
Atas ekspor
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol
persen).
Cara Menghitung Pajak
1. Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.
2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak
dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
3. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran
dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.
4. Apabila dalam suatu Masa Pajak,
Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan
Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
5. Apabila dalam suatu Masa Pajak,
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
6. Apabila dalam suatu Masa Pajak,
Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan
yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak.
7. Apabila dalam suatu Masa Pajak,
Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga
melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk
penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak
dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
8. Besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
9. Pajak Masukan tidak dapat
dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran
untuk :
§ Perolehan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
§ Perolehan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
§ Perolehan dan pemeliharaan kendaraan
bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang
dagangan atau disewakan;
§ Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum
Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
§ Perolehan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
§ Perolehan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
§ Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
§ Perolehan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan
pajak;
§ Perolehan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan.
10.
Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
0 komentar:
Posting Komentar