Jumat, 08 Januari 2016

Pajak Penghasilan Pasal 22

Pengertian PPh pasal 22
Menurut hukum Indonesia, Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun 23. Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
PPh Pasal 22 :
1.    Tidak final :
·      Bendaharawan, BUMN&BUMD : 1,5% x harga jual (belum PPN)
·      Impor :
a.    Memiliki Angka Pengenal Importir(API) : 2,5% x nilai impor
b.    Tidak ber-API : 7,5% x nilai impor
c.    Lelang : 7,5% x nilai impor
d.   Nilai impor : CIF (harga,asuransi,biaya angkut) + pungutan lainnya
·      Produk industri :
a.    Semen : 0,25% x harga jual
b.    Baja : 0,30% x harga jual
c.    Otomotif : 0,45% x harga jual
d.   Pedagang pengumpul
2.    Final :
·      Rokok putih : 0,10% x harga bandrol
·      Kertas : 0,10% x harga bandrol
·      Produk pertamina : 0,3% x harga jual
PPh Pasal 22 atas Impor
1.    Tarif 2,5% (dua setengah persen) dari Nilai Impor, jika memiliki Angka Pengenal Impor (API);
2.    Tarif 7,5% (tujuh setengah persen) dari Nilai Impor, jika tidak memiliki API;
3.    Tarif 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang untuk barang yang tidak dikuasai.
Nilai Impor      =          Cost Insurance and Freight (CIF) + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan + Pungutan Lain berdasarkan peraturan di bidang pabean
Tarif PPh Pasal 22
1.    Atas impor :
·       Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
·       Non-API = 7,5% x nilai impor;
·       Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2.    Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3.    Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
·       Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
·       Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
·       Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
·       Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4.    Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
·       Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
5.    Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
6.    Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
7.    Atas penjualan
·       Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
·       Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
·       Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
·       Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
·       Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle(mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8.    Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
Pengecualian Pemungutan Pajak Berdasarkan PPh Pasal 22
1.    Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.    Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
·       Yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya;
·       Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
·       Berupa kiriman hadiah;
·       Untuk tujuan keilmuan.
3.    Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4.    Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.
Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar